Turun naiknya semua bangsa
diukur dengan aset-aset pemikiran dan pencapaian-pencapaian ilmiah serta
tekniknya. Bila kita mengamati dengan mendalam tentang teori-teori dan
pemikiran cemerlang dari para ilmuwan muslim dalam bidang matematika,
kita akan menemukan bahwa scmua tcori dan pemikiran ini telah membantu
membangun kejayaan
umat, memantapkan keagungan dan kelanjutan
anugerahnya. Negara kuat yang telah menempati posisi kepemimpinan
pemikiran, ketokohan politik, dan pusat ilmiah di dunia selama tidak
kurang dari lima abad adalah negara umat Islam.
Bangsa Semit menggunakan huruf abjad
Arab. Mereka membakukan angka dengan abjad ini. Demikian jugs halnya
mcngenai huruf abjad pada zaman Rasul saw.. Pada abad pertama Hijriyah
para ilmuwan muslim menggunakan huruf-huruf abdjad dalam menuliskan
karangan-karangan mcreka. Setiap huruf mempunyai angka khusus untuk
menunjukkannya. Huruf alif melambangkan angka 20, huruf lam melambangkan
angka 30 dan scterusnya.
Hisab allumal (penggunaan huruf abjad
sesuai dengan nilai angkanya) digunakan oleh bangsa Arab dalam masa yang
panjang dalam bcrbagai ilmu dan urusan perdagangan. Pengaruh hitungan
ini tampak pada tabel astronomi dan hitungan bcrat bcrbagai metal.
Sebagai contoh, dalam buku Al-Qanum al-Mas’uddi oleh Abu ar-Rihan
al-Biruni (362-440 H) banyak digunakan metode allumal. Karena itu jelas
bahwa para ilmuwan muslim masih meng¬gunakan metode hisab al-jumal
setelah munculnya angka-angka India-Arab yang digunakan sampai ke masa
kita sekarang.
Pengenalan angka-angka India-Arab serta
perluasan penggunaannya di dunia Arab dan Islam adalah berkat jasa
ilmuwan terkenal, Muhammad bin
Musa al-Khawarizmi (164-235 H), yang
menulis buku tentang angka-angka India-Arab. Dengan demikian,
bentuk-bentuk dari angka-angka India-Arab mulai menempati huruf-huruf
abjad.
Cara penulisan angka-angka di kalangan
orang India, oleh para ilmuwan muslim, terlihat mudah dan jelas serta
tidak mempunyai kerumitan apa pun. Karena itu, para ilmuwan muslim
mengambil gagasan tentang angka-angka dari orang India, tetapi dalam
pengcmbangannya mereka mengambil arah yang berbcda dalam hal tertentu
dari arah yang diambil oleh orang India. Bagaimanapun, saya melihat,
sebaiknya angka-angka , dinamakan angka India-Arab karena gagasan
awalnya berasal dari India. Sedangkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
adalah angka-angka Arab. Sekalipun akar¬akarnya berasal dari angka-angka
India-Arab, bangsa Arablah yang telah memasukkan ke dalamnya berbagai
penyesuaian dan penyederhanaan sehingga terkenal di dunia dalam
bentuknya yang sekarang. Bangsa Arab telah mengenal angka kosong (nol)
sejak semula. Hal itu muncul dalam sabda Nabi saw. ini:
“Tuhanmu itu adalah Tuhan yang hidup
lagi pemurah. Ia malu, bilamana hamba-Nya mengangkat tangannya ke langit
dan Ia menjawabnya dengan kosong (no!).” (HR Abu Daud dalam as-Sunnan)
Ada kalangan sejarawan dalam bidang
sains yang berkeyakinan bahwa nol itu adalah ciptaan orang Babilon, yang
ada dan digunakan pada masa Saluki, lalu pindah ke Yunani, dan kembali
lagi kepada bangsa Arab. Atau ahli-ahli ilmu hitung dan ilmu falak
muslimahlah yang menggunakan sistem seksagenarian. Mereka mewarisi angka
nol sebagai bagian dari warisan ilmu hitting Babilon yang mereka
terima. Tidak dapat diragukan bahwa bangsa Arab telah mengembangkan
konsep nol yang memberikan kemudahan tidak terbatas kepada proses
perhitungan. Mereka mengenalnya sebagai tempat yang kosong dari segala
hal. Namun konsep ini pada hakikatnya berarti banyak. Misalnya,
perbedaan antara 4 dan 40 adalah nol. Para ahli matematika memandang nol
sebagai penemuan paling besar yang dikenal umat manusia.
Ketika umat Islam mengembangkan angka
kosong (nol), mereka menggambarkannya dengan lingkaran di mana titik
menjadi pusatnya. Di Masyriq (yang dimaksud adalah Mesir dan
negcri-negeri muslim yang terdapat di sebelah timurnya), mereka
memelihara titik (pusat lingkaran) dan menggunakannya bersama
angka-angka mereka: Sedangkan di Magrib (yaitu negeri-negeri muslim di
sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia), mereka memelihara lingkaran
tanpa pusatnya, yaitu titik, maka angka -angka Arab adalah seperti
berikut: (1,2,3,4,5,6,7,8,9,0).
Umat Islam memilih titik untuk
menggambarkan kosong (nol) karena titik mempunyai urgensi penting dalam
penulisan Arab, yang mereka pandang sebagai pembeda dan pengontrol
antara huruf-huruf. Misalnya, bila Anda meletakkan titik di atas huruf
ba, maka ia menjadi nun. Bila titik itu berada di bawah, maka ia adalah
ba’. Bila di atasnya ada dua titik, maka ia adalah ta’., bila dibawahnya
ada dua titik, maka ia adalah ya’, dan begitulah seterusnya. Dan sini,
bangsa Arab menggunakan titik untuk menggambarkan kosong (nol) dengan
angka India-Arab. Lalu mereka memberinya fungsi yang dimilikinya dengan
huruf-huruf pengontrol dan pembeda. Misalnya, bila Anda meletakkan titik
dari kanan, ia menjadi angka sepuluh. Bila dari kanan angka lima Anda
letakkan dua buah titik, maka ia menjadi lima ratus. Begitulah, jelasnya
umat Islam menggunakan kosong (nol) dalam proses penghitungan dan
penulisan bahasa.
Seperti dikenal di kalangan sejarawan
sains, ilmuwan muslim mengenal kosong dan menggunakannya dalam
tulisan-tulisan mereka pada tahun 259 Hijriyah. Sementara itu bangsa
India belum menggunakannya kecuali pada tahun 265. Para ilmuwan
Babilonlah yang telah menciptakan angka kosong, tetapi ilmuwan muslim
memperkenalkan nilai dan perannya dalam proses penghitungan.
Para ilmuwan India mengenal pecahan
biasa dan angka pecahan sebelum dikenal umat Islam. Mereka menuliskannya
seperti berikut: Tiga perempat tanpa garis pemisah antara pembilang
dan penyebut. Sedangkan pembilang dan penyebut, mereka menuliskan lima
tiga perempat dengan. Mereka melectakkan angka lima di atas tiga dan
angka tiga di atas empat seperti pada ilustrasi. Cara ini dinisbatkan
kepada ilmuwan India, Lailafati (545 H). Cara India ini tetap digunakan
di negara Islam dalam waktu yang panjang, hingga akhirnya muncul ilmuwan
muslim terkenal, Abual-Abbas Ahmad al-Azadi (654-731 H), yang dikenal
dengan Ibnu al-Banna al-Marakisyi yang mengembangkan pecahan biasa dan
angka pecahan serta memasukkan garis pembatas antara pembilang dan
pcnyebut. Dengan demildan, ia mulai menuliskan pecahan biasa, misalnya
tiga perempat (÷) dan menuliskan lima tiga perempat dengan (5÷ ).
Kosong (nol) mempunyai berbagai
keistimewaan. Yang terpenting di antaranya adalah penemuan pecahan
desimal yang membantu dalam pcnciptaan
komputer, misalnya. Sejarawan Jerman
terkenal, Luky(?), mengakui dalam Sejarah Matematika bahwa penciptaan
pecahan desimal harus dinisbatkan kepada ilmuwan matematika muslim
terkenal, Jamsyid bin Mahmud Ghiyatsuddin al-Kasyi, yang meninggal tahun
1436 Masehi. Ia adalah seorang matematikus dan astronom. Di antara
buku-bukunya adalah Miftah al-Hisab dan Ar-Risalah al-Muhithah.
Orang-orang Barat mengldaim secara fanatik bahwa ilmuwan Belanda, Simon
Stephen-lah (993 H) penemu pecahan desimal, di samping pengetahuan
mereka bahwa Stephen ini muncul sekitar 650 tahun setelah al Sebenarnya
masalah pecahan-pecahan desimal, tentang siapa yang menemukannya di
kalangan ilmuwan muslim, mengandung beberapa tanda tanya. Misalnya Abu
al-Hasan Ahmad al Iglidesi membicarakan tentang pecahan-pecahan desimal
dalam bukunya Al-Fushul fi al Hisab al-Hindi pada tahun 341 Hijriyah. Ia
adalah orang yang pertama kali menggunakannya secara ilmiah, yang
membceinya hak sebagai pnemunya. Kemudian muncul Abu al-Hasan Ali bin
Ahmad an-Nasawi Futhur membawa pecahan-pecahan desimal dan ia
menggunakannya dalam bukunya Al-Muqni fi at Hisab al-Hindi sebelum tahun
421 Hijriyah. Sedangkan Samuel al-Maghrabi (570 H), telah mengemukakan
pecahan-pecahan desimal dalam bukunya Al-Qawivami fi al-Hisab al-Hindi
dengan pengantar ilmiah luar biasa. Akan tetapi, orang yang menghimpun
seluruh gagasan tentang pecahan desimal, memunculkan dan menyusunnya
dalam sebuah susunan ilmiah yang dapat diterima sampai hari ini adalah
Jamsyid bin Mahmud Ghiyatsuddin al-Kasyi (839 H). Karena itu, tidaklah
aneh bahwa kita menemukan sebagian ilmuwan Barat yang netral
menghubungkan penemuan pecahan desimal kepada al-Kasyi. Sekarang ini
terdapat konsensus di kalangan para sejarawan sains dan matematika bahwa
pecahan desimal berasal dan penemuan para ilmuwan muslim. Juga
ditemukan dalam Ar-Risalah al-Muhithah oleh al-Kashi hubungan antara
lingkaran bola dan garis tengahnya yang ia sebut dengan 1. , dengan
pecahan desimal. Ia telah memberikan nilai “.1,” yang benar untuk enam
belas bilangan desimal seperti berikut: 213= 6, 283185071795865. Belum
pernah ada ilmuwan sebelum al¬Kasyi yang membuat nilai “1″ dengan cara
yang tidak berkesudahan ini. Umat Islam juga menggunakan pecahan dalam
proses penghitungan. Mereka membawanya Andalusia pada abad yang sama
ketika angka Arab dengan nolnya dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonacci,
orang Italia, yang hidup antara tahun 1225-1270 M. Fibonacci
mempelajari matematika dan para ilmuwan muslim terkenal. Ayahnya adalah
seorang pedagang yang berhubungan dengan umat Islam. Banyak sejarawan
dalam ilmu-ilmu matematika yang memandang bahwa dengan penggunaan angka
Arab beserta nolnya, Fibonacci ini telah menyelamatkan Eropa.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah
“siapakah dari kalangan mahaguru, mahasiswa, ataupun pelajar di dunia
Islam hari ini yang mengenal bahwa para ilmuwan muslim tersebut
mempunyai peranan utama dalam pengembangan pecahan biasa dan bahwa
mereka adalah para penemu pecahan desimal yang menimbulkan ketakjuban
para ilmuwan di Barat dan di Timur?” Saya yakin, hanya sedikit yang
mengetahuinya.
( sumber : dari berbagai sumber )
( sumber : dari berbagai sumber )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar